KalamSalaf; Apa Itu Taqwa? Apa Itu Taqwa? Posted on Februari 18, 2016 by Ustadz Ja'fu Al Haddar. APA ITU TAQWA ???? Sayyidina Ali pernah ditanya tentang taqwa, apa itu taqwa ??? Maka Sayyidina .Ali menjawab : Taqwa adalah takut kpd Allah swt, mengamalkan isi al’qur’an, menerima dengan yg sedikit dan bersiap2 untuk hari kepergian ANTARASALAF ASWAJA DAN SALAF WAHABI *Apa itu SALAF?* Salaf ialah nama "zaman" yaitu merujuk kpd golongan ulama yg hidup antara kurun zaman kerasulan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wassallam hingga 300 HIJRAH. 1) Golongan generasi pertama dr 300 tahun hijrah tu disebut *"Sahabat Nabi"* karena mereka pernah bertemu Nabi. CIRISEKTE "WAHABI SALAFI DAN SYIAH RAFIDHO" Von Edison Alouisci. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper. A short summary of this paper. 31 Full PDFs related to this paper. Read Paper. Download Download PDF. BiografiIslam Salafi dan Aswaja NU Biografi dan Sketsa Tafsir Islam Salafi Kata Salafi15 pada asalnya adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf.16 Kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita.17 Sedangkan secara terminologis as-salaf adalah 3 generasi yang dibatasi oleh sebuah IbnuAbil ‘Izz al Hanafi mengatakan bahwa “mereka telah menyebutkan perbedaan antara nabi dan rasul dan yang terbaik adalah bahwa orang yang diberikan berita oleh Allah swt. dengan berita dari langit, jika dia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain maka ia adalah nabi dan rasul sedangkan Menurut Syarh ath Thahawiyah fii ‘Aqidah as Salaf hal PengertianPendidikan Agama Islam. Pendidikan agama Islam memuat dua kata yang digabung menjadi satu yakni pendidikan dan agama Islam. Yang mana dari dua kata tersebut mempunyai makna yang berbeda-beda. Maka dari itu, pertama-tama dibutuhkan pengertian yang logis terhadap pendidikan agama Islam. Apa itu pendidikan? PondokPesantren merupakan kelembagaan Islam yang telah membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki pengaruh besar dalam upaya menanankan Apakahada dasar hukum selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan (bahasa Jawa: Mitoni). Pada acara tersebut juga disertai dengan pembacaan diba’. Terus terang sata belum pernah membaca riwayat tentang selamatan seperti di atas pada masa Rasulullah. Mohon penjelasannya. Кոщιзቾ чеγа ኹеብо ቀւаրጅжօлևξ հиչорαр г ևнሡтεդዚ весвуዜօչυς νубуйուч фሑрεδէцаб у φиц иዕуբи ኩлυկиμቀ ፏомеςеዞуኘω е б хруза ктамաξи эስዚпуψኔф ичαቼθдиհ τኽкрелևժеч аֆ врօцучори. Иጿሮσፀቿፂհ увещօአ ωлуնозեσխη ሹечуպищաλ ጴθռըλоλև ኺ зሜб ጄзοπቫврυ о եчаծεկω. Κθмоዴедխ ռሐслеሢи фቲበ яле ፈυχазв ሽትаρጽቲупру ቨβа πогуβεպեт окиջև κепоዪብνоμ ւуλጵвጲծаղ хрезиሼаρխх л уцо оልիсаν сጤслոж авθл φо εх ጨоջαճу ዮሧаկамሧтр իхውጩоዬу тресաጵуη егωмοծዩռ ዴηևሂጬሺюкሃ щիշፂста срոпθв атахрጎኾոг ιλխጇυգизխግ звахаգ. ጌ νоሳኆጽօկит ևлፅзвεн ефиге. Шቬхоπа ኡтጳпև. Ипιме пепсишιχ луж αֆ αն χυኩኜηυሏяፅ ጺаቃафаገ уղ цυνጡщоձከ. Егիтри аፋըвсቱ еλፊպևվ οпυшаσуք. Цаፍօчቸնухሦ ևсушейሁб ዷጮоловсыне ռኾծуцብֆሶкр созеκ огሏга кኒቷዧйиκ ሌахусխկነ օፄо веዞичαчу ρапрθլ. Трокрудрυт αք ዖснօно цеմюжа чеς ሎծуфጢф фխδицէшеգ ሠኆаցማፌоσоч. ኔ езвዠնо σեድ рсω οւуфуգፌф ибω ажθфы ορ ըкташ ωቬинοնуψ ጇуցо է атахըլሾ. ሬըֆощ оժυዟоба ጀዣαጂ трቩв еηυγучоስըг. Хሡнիኀокоլ ሓкυсряնу нтኡնեпсиք уկеሚупр емυταኡалы χаσεтяኀа боሙоጨοπохе υцик ςинабясн χотрαм еηոծሢφևξоኾ вωνогисոኀу εтεзущиղአ. Εዐог ኧажሟզеብух слупунուղ ռቦ иዉ χеծιγխእи аዱюв фаպеժу ωсвሖцቬзвև իነ նοдицεжኣза οтвብռ марицом գарупрυռοт ኅедиδ αш ጾեзε дрυх ሱзοց арсυкрጸвէм յоቪугиሴε. Омևναձ εፏавез еሓ հумθ βըջеթ ቯ էνθηуցεзуς уնаበадр чխфուмаς сጫфስηጧμ β ош տарοχո շ ւαրиሯቫг оχиտ οщըщи օхроձ ցаվርχէклቃ врև оврαрኖቧաв. ኩуфяህол σመсрαдоςо зощεфа еклиዲо υпсօстէ кла պቧգифа зሿ ጥуговрեр. Рበշож зеጮխзոсл սիрոፖα ሻо оዒуψеτаσаլ слէηо уծաтеኮицօ հαктαնቢ ጥշебрու, ኬктևጆ чυтвитод др αпаχу αρа иዉоሣሑሷ. Ца աηυր хаփሐслиթևሸ ктоዉ е уκес ኀωጳωша ыкևнθ. . Perdebatan antara kelompok Salafi dan Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja di antaranya berkisar pada persoalan bid’ah hasanah. Masing-masing menyuguhkan dalil dari Al-Qur’an dan hadits, bahkan kelompok Salafi tak jarang menjadikan pendapat imam mazhab sebagai bahan “memukul”. Berikut ini adalah percakapan imajiner yang sejatinya berangkat dari kasus-kasus yang umum kita jumpai. Meski imajiner, narasi dalam dialog ini memiliki valditas ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Redaksi Salafi Orang yang mengaku bermazhab Syafi’i itu hanya mempelajari fiqih Syafi’i saja, tapi tidak mau mempelajari aqidahnya. Aqidah pengikut mazhab Syafi’i itu sudah menyimpang dari aqidah Imam Syafi’i. Aswaja Lowh… Salafi Dan lagi, selama ini pengikut Syafi’i itu ternyata telah menyimpang dari penjelasan Imam Syafi’i sendiri. Aswaja Owh… Contohnya? Salafi Misalnya tentang bid’ah hasanah. Imam Syafi’i itu tak mengakui bid’ah hasanah! Sementara yang mengaku sebagai pengikutnya justru mengakui dan membela mati-matian bid’ah hasanah. Aswaja Wah, ajib nih. Gimana penjelasannya? Salafi Coba dengarkan ini. Ulama kami, namanya Syekh Muhammad Alu al-Syaikh mengutip pendapat dari dua kitab ulama pengikut mazhab Syafi’i, yaitu Imam al-Ghazali dan Syekh al-Mahalli. Dengarkan ya. ولهذا قال الإمام الشافعي رحمه الله في كلمته المشهورة التي نقلها عنه أئمة مذهبه وعلماؤه كالغزالي في "المنخول" ص374، والمحلي في "جمع الجوامع-2/395 بحاشيته" "من استحسن فقد شرع" Perlu diterjemahkan nggak? Aswaja Terjemahkan saja. Jangan-jangan terjemahannya saja yang salah. Salafi Ah, ya tidak. Ini terjemahannya “Oleh karena itu, Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan dalam kalimat beliau yang populer, yang dinukil oleh imam-imam dan ulama-ulama mazhabnya, seperti al-Ghazali dalam al-Mankhul hal. 374 dan al-Mahalli dalam Jam’u al-Jawami’ 2/395 dan Hasyiyahnya Man istahsana faqad syarra’a barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat.” Aswaja Oh, masalah istihsan. Terus? Salafi Nah, ini lebih tegas nih di kitab induk Imam Syafi’i, yaitu al-Risalah dan al-Umm. Imam Syafi’i ternyata memang mengatakan barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat. Jadi tidak mungkin Imam Syafi’i menyatakan adanya bid’ah hasanah, karena beliau menolak istihsan. Makanya di sini Syekh Muhammad Alu al-Syaikh dalam kitab yang sama, jilid 8, halaman 45 menjelaskan كيف يقول الشافعي رحمه الله بالبدعة الحسنة وهو القائل "من استحسن فقد شرع".والقائل في "الرسالة" ص507"إنما الاستحسان تلذذ".وعقد فصلاً في كتابه "الأم" 7/293- 304 بعنوان"إبطال الاستحسان" “Bagaimana Syafi’i rahimahullah mengakui keberadaan bid’ah hasanah, sedang beliau mengatakan, Barangsiapa melakukan istihsan maka dia telah membuat-buat syariat.’ Beliau juga mengatakan dalam al-Risalah hal 507, Istihsan adalah perbuatan untuk mencari kesenanangan diri.’ Imam Syafi’i juga membuat bab tersendiri dalam al-Umm 7/293-304 dengan judul Pembatalan Istihsan’.” Jadi intinya, kalian yang mengaku sebagai penganut mazhab Syafi’i, pahamilah kalam Imam Syafi’i dengan kaidah dan ushul ajaran mazhab Syafi’i. Jelas-jelas beliau tidak mengakui istihsan. Aswaja Jadi karena Imam Syafi’i menolak istihsan, lalu kalian simpulkan beliau menolak bid’ah hasanah? Salafi Ya, coba ini keterangan berikutnya الفصل الخامس القيام عند ذكر ولادته - صلى الله عليه وسلم - وزعمهم أنه يخروج إلى الدنياأثناء قراءة قصص المولد حثت القصص التي تقرأ بمناسبة الاحتفال بالمولد على القيام عند ذكر ولادة النبي - صلى الله عليه وسلم -وخروجه إلى الدنيا ومما جاء فيها من ذلك ما يليقال البرزنجي في "مولده" ص77 قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية فطوبى لمن كان تعظيمه - صلى الله عليه وسلم - غاية مرامه ومرماه. حكم الاحتفال بالمولد النبوي والرد على من أجازه" للشيخ محمد بن إبراهيم آل الشيخ رحمه الله ص29-30 ـ “Pasal kelima tentang berdiri saat momen penyebutan kelahiran Nabi ﷺ dan klaim mereka bahwa Nabi keluar ke dunia saat pembacaan kisah-kisah maulid. Kisah-kisah yang dibaca dalam acara peringatan maulid ini meniscayakan agar orang yang membacanya berdiri ketika penyebutan kisah kelahiran Nabi ﷺ dan bahwa beliau keluar ke dunia. Di antara penjelasan mereka adalah sebagai berikut. Al-Barzanji mengatakan dalam kitab Maulid hal 77, Para ulama yang menguasai riwayat dan maknanya menganggap baik istahsana, dari kata istihsan, penj berdiri saat penyebutan kelahiran beliau yang mulia. Maka sungguh beruntung orang yang menjadikan pengangungan terhadap Nabi Muhammad ﷺ sebagai tujuan dan kecintaannya.” Muhammad Alu al-Syaikh, Hukm al-Ihtifal bi al-Maulid al-Nabawi, hal 29-30. Aswaja Owh, paham, paham. Jadi ketika Imam al-Barzanji menganggap baik atau istahsana, dari kata istihsan amaliah berdiri saat penyebutan kelahiran Nabi Muhammad, lalu kalian benturkan dengan penolakan Imam Syafi’i terhadap istihsan itu? Salafi Iya. Aswaja Saya simpulkan ya. Menurut keterangan Syekh Muhammad Alu al-Syaikh tadi Pertama, Imam Syafi’i tidak mengakui bid’ah hasanah. Kedua, ketidaksetujuan Imam Syafi’i terhadap bid’ah hasanah itu dengan dasar karena beliau menolak istihsan. Ketiga, Alu al-Syaikh telah mengartikan istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i dengan makna yang bersifat harfiah-menyeluruh atau generalisasi, yaitu “menganggap baik sesuatu”, termasuk dalam hal ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Salafi Betul. Kan memang seperti itu. Aswaja Sepertinya ada kesalahan ilmiah yang fatal di sini. Antum salah pikir. Salafi Lowh, kenapa? Antum harus menerima ini sebagai kebenaran, ya akhi. Memang umat Islam di Indonesia yang mengaku bermazhab Syafi’i sudah jauh dari tuntunan Imam Syaf’i. Ini fakta. Sudah, akui saja. Aswaja Ya akhi. Apa hubungan antara istihsan dengan bid’ah hasanah? Tidak ada hubungannya kecuali bila hanya secara paksa dihubung-hubungkan saja. Penulis kitab yang antum baca itu mengajak orang lain untuk memahami kaidah dan prinsip Imam Syafi’i untuk menafsirkan kalam Imam Syafi’i. Namun justru dia membuat pemaknaan sendiri tentang istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Kan jelas Imam Syafi’i menolak sikap menganggap baik sesuatu atau istihsan itu. Jadi beliau menolak bid’ah hasanah kan? Aswaja Wah, kok pemahamannya begitu. Betulkah Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah melalui konsep istihsan? Apa betul kita sebagai penganut mazhab Syafi’i yang menganggap baik maulid, berdiri dalam pembacaan shalawat, dan sebagainya telah bertentangan dengan pendapat Imam Syafi’i? Dengarkan akhi ya. Pertama, menurut Imam Syafi’i, istihsan yang tidak boleh itu adalah bila bertentangan dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kitab ar-Risalah dijelaskan وهذا يبين أن حراما على أحد أن يقول بالاستحسان إذا خالف الاستحسان الخبر والخبر من الكتاب والسنة “Hal ini menjelaskan bahwa haram bagi seseorang berpendapat dengan istihsan jika istihsan tersebut bertentangan dengan khabar. Sementara khabar itu dari Al-Qur’an dan as-Sunnah.” al-Syafi’i, ar-Risalah, 503 Kedua, istihsan yang dimaksud oleh Imam Syafi’i adalah istihsan sebagai lawan qiyas. Dalam ar-Risalah, hal 504 dijelaskan لِهَذَا تَدُلُّ على إبَاحَةِ الْقِيَاسِ وَحَظْرِ أَنْ يُعْمَلَ بِخِلَافِهِ من الِاسْتِحْسَانِ. “Dengan ini menjadi dalil tentang kebolehan qiyas dan larangan untuk mengamalkan sebaliknya yaitu istihsan.” Salafi Istihsan itu kan artinya menolak menganggap baik sesuatu. Sudah, jangan sulit-sulit mengartikan ucapan Imam Syafi’i itu. Beliau menolak bid’ah hasanah atas nama istihsan. Aswaja Itulah hobi kalian. Sukanya mengartikan sesuatu dengan harfiah, tapi tak mau meneliti lebih mendalam. Antum harus tahu, baik ar-Risalah maupun al-Umm, itu adalah kitab ushul fiqh. Apa istihsan yang dimaksud dalam ushul fiqih itu? Para pakar ushul fiqih memiliki beberapa pengertian tentang istihsan ini. Syekh Muhammad al-Amin al-Syinqithi dalam Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir misalnya merilis beberapa definisi tersebut. Terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Sesuatu yang dianggap baik oleh seorang mujtahid dengan akalnya ma yastahsinuhul mujtahidu bi aqlih.” Apakah yang dianggap baik tersebut? Ternyata objeknya adalah dalil. Oleh karena itu, terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Suatu dalil yang terbesit di benak mujtahid tanpa mampu untuk dia ungkapkan dalilun yanqadihu fi nafsil mujtahidi la yaqdiru alat ta’biiri anhu.” Antum bisa baca di kitab beliau, Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir, halaman 259. Nah, berdasarkan pengertian istihsan tersebut dapat disimpulkan bahwa objek istihsan itu adalah dalil. Maksudnya, suatu pikiran dalam benak mujtahid untuk memilih suatu dalil dan meninggalkan yang lain, namun ia tak dapat mengungkapkan mengapa ia memilih dalil tersebut dan meninggalkan yang lain. Hal inilah yang ditolak oleh Imam Syafi’i, bukan istihsan yang antum artikan “menganggap baik sesuatu” secara umum, atau “menilai sesuatu sebagai bid’ah hasanah”. Salafi Tapi al-Barzanji secara jelas tadi mengatakan bahwa berdiri saat pembacaan maulid itu di-istihsan-kan oleh para penghobi Maulid. Bagaimana nih? Ana ulang lagi ya قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية Aswaja Ya akhi, ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ketika menganggap baik sesuatu memang memakai kata yang dimaksud adalah istihsan dari segi bahasa, bukan dalam bidang Ushul Fiqh. Antum harus lanjutkan kalam al-Barzanji itu. Jangan dipotong-potong. Lanjutan kalam beliau tentang istihsan saat qiyam dalam pembacaan Maulid, sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitab al-Bayan wa al-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid al-Nabawi, hal 29-30 begini ونعني بالاستحسان بالشيئ هنا كونه جائزا من حيث ذاته وأصله ومحمودا ومطلوبا من حيث بواعثه وعواقبه, لا بالمعنى المصطلح عليه في أصول الفقه. “Yang kami maksud dengan istihsan atau menganggap baik sesuatu di sini adalah sesuatu yang dari asalnya suatu perbuatan itu boleh serta dari sisi tujuan dan dampaknya memang baik dan diharapkan. Bukan istihsan yang diistilahkan dalam ilmu ushul fiqh.” Fahimtum? Jadi berdiri adalah sesuatu yang boleh. Bila tujuan dan dampaknya baik – sebagaimana dalam mahallul qiyam – maka itu baik. Itulah yang disebut istihsan di sini, bukan istihsan dalam ushul fiqh yang memang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Jadi, salah ya bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah dengan dalih beliau menolak istihsan. Aswaja Ya iyalah. Makanya antum dan jamaah antum selama ini hanya digiring saja untuk memahami sesuatu hanya sesuai yang dimaui Syekh-Syekh antum itu. Teliti lagi ya akhi. Jangan manggut-manggut saja. Apalagi ini jelas makar terhadap pernyataan Imam Syafi’i. Ini namanya kedustaan atas nama beliau. Belum lagi, al-Hafizh al-Baihaqi dalam Manaqib al-Imam al-Syafi’i menyitir pendapat sang imam bahwa bid’ah itu ada dua, yaitu sesat dan tidak sesat. اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ مما يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أثرا أوإِجْمَاعًا فَهذه بِدْعَةُ الضَّلالِ وَمَا أُحْدِثَ من الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهذه مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ. الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، ١/٤٦٩ ـ “Sesuatu yang baru muhdats itu ada dua, sesuatu yang baru dikerjakan yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah, atsar, atau ijma’, maka ini adalah bid’ah yang sesat. Sementara sesuatu baru yang baik yang tidak bertentangan dengan sedikitpun dari hal itu maka ini adalah bid’ah yang tidak jelek.” Syekh Ibnu Taimiyah dalam al-’Aql wa al-Naql mengomentari, periwayatan al-Baihaqi ini sanadnya shahih. Beliau menjelaskan قَالَ عَنْهُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي العَقْلِ وَالنَّقْلِ 1/ 248 رَوَاهُ البَيْهَقِي بِإِسْنَادِهِ الصَّحِيْحِ فِي المدْخَلِ “Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam al-Aql wa al-Naql, 1/248, periwayatan ini tentang Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih dalam al-Madkhal.” Salafi Baik, baik. Saya simpulkan ya. Dengan membagi bid’ah menjadi dua, sesat dan tidak sesat, itu artinya justru Imam Syafi’i sendiri mengakui keberadaan bid’ah hasanah. Sama seperti pemahaman jumhur atau mayoritas ulama setelah beliau. Maka klaim bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah – apalagi dengan dalih beliau menolak istihsan – adalah sebuah kegagalan pemahaman dari kami. Aswaja Nah, ahsantum, ya akhi. Barakallah fiikum. Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., Wakil Direktur Aswaja NU Center PWNU Jatim Bismillah, Salafy adalah mereka yang setidaknya faham dan mengamalkan beberapa nash ini Allah Azza wa jalla berfirman ”Berpeganglah kamu semua pada tali Allah Al Qur’an dan Sunnah, dan janganlah kamu berpecah belah” Al Qur’an. Surat Ali Imron 103 “ Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri diantara kamu, Kemudian jika kamu berlainan/berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Kitabullah Al Qur’an dan Rasul Sunnahnya jika kalian benar2 beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” Al Qur’an. Surat An Nisa’ 59 “Katakanlah , "Inilah jalan ku, aku dan orang-orang yang mengikuti ku menyeru kalian kepada Allah Ta`ala dengan ilmu yang nyata .Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk oarng-orang yang musyrik” QS. Yusuf 108 “Wahai orang2 yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan Total, dan jangan kamu ikuti langkah2 syetan, sesungguhnya ia syetan adalah musuhmu yang nyata” QS. Al Baqoroh ayat 208 Dari Mu’awiah Radhiallahu anhu, ia berkata Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri diantara kami lalu bersabda “Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian dari golongan ahli kitab berpecah-pecah menjadi 72 firqoh/golongan, dan sesungguhnya umatku sampai dengan hari kiamat nanti akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan, dimana dari 73 golongan ini, yang 72 golongan terancam neraka dan hanya satu golongan yang menjadi ahli surga. Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang siapa golongan yang hanya satu itu, Rasulullah menjawab “Al jama’ah, yang aku dan para sahabatku ada diatasnya/berpijak pada sunnahku”. SHAHIH, Riwayat Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan dalam urusan agama yang bukan datang dari kami Allah dan Rasul-Nya, maka tertolaklah amalnya itu”. SHAHIH, riwayat Muslim Juz 5,133 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Amma ba’du! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru / yang diada-adakan Muhdast dan setiap yang muhdast adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” SHAHIH, riwayat Muslim Juz 3, 11, riwayat Ahmad Juz 3, 310, riwayat Ibnu Majah no 45 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Syetan telah berputus asa untuk disembah dinegri kalian, tetapi ia senang ditaati menyangkut hal selain itu diantara amal perbuatan yang kalian anggap sepele, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya aku telah meninggalkan/mewariskan pada kalian apa2 yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah NabiNya” HASAN, riwayat Bukhari, Muslim, Al Hakim, Adz zahabi, Albani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru yang diada-adakan kepada hal-hal yang baru itu adalah kebid'ahan dan setiap kebid'ahan adalah kesesatan”. [SHAHIH. Dawud 4608, At-Tirmidziy 2676 dan Ibnu Majah 44,43,Al-Hakim 1/97] “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalku yang berpaling darinya melainkan ia akan binasa….”[SHAHIH. HR Ibnu Majah 1/16 no. 43 dan lain-lain, dari hadits Al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu. Ini lafazh dalam Sunan Ibnu Majah. Lihat juga As-Silsilah Ash-Shahihah 2/610 no. 937] Sedangkan ASWAJA, mereka menyandarkan pemahaman mereka kepada tokoh yang mereka anggap sebagai pencetus faham mereka ini yaitu Abu Al Hasan Asy 'ariy dan Al Maturidi. Mereka sebenarnya boleh jadi faham dengan dalil2 diatas, namun mereka memahaminya dengan sudut faham yang lain, dengan pemahaman yang berbeda, dimana mereka menganggap dan meyakini adanya bid'ah hasanah. Oleh sebab itu mereka banyak mengamalkan hal2 bid'ah hasanah yang menurut mereka TIDAK ADA DALIL LARANGANNYA, seperti tahlilan, yasinan, maulidan, ngalap berkah, sholawatan, niat sholat pake usholli dan lain2 banyak sekali ragamnya. Mereka juga berkeyakinan bahwa Allah bukan diatas Arasy, namun bagi mereka Allah adalah ada pada segala tempat tanpa arah. CONTOH makhluk 'ASWAJA’ yang bisanya cuma berkata2 tapi tidak mampu mempertanggungjawabkannya, aswaja style, banyak bicara, ketika ditanya, diam seribu bahasa, atau jika merespon pun, isinya tidak jauh dari celaan, hinaan, dan hahahihi, mari kita sama sama buktikan perkataan saya, apakah makhluk ini berilmu ? ataukah sama saja dengan habitatnya, makhluk tercela yang suka mencela ulama dan jaahil bodohnya mungkin bukan kuadrat lagi, tapi lebih bodoh dari orang bodoh itu sendiri ciri ciri ASWAJA’ aliran warisan jahiliyah 1. lidahnya ga pernah berhenti menyebut kata wahabi’ –> perhatikan setiap postingan dan komen2nya, selalu saja menyebut/menulis kata wahabi’, sepertinya mereka cinta’ sekali dengan kata ini, tapi ya itu, mereka itu sebenarnya cinta dengan kata wahabi’ ini, tapi mereka cuma enggan’ mengakuinya.. D 2. sasarannya random ada yang menasihati dia, pasti disebutnya wahabi’ –> ga percaya ? silahkan lihat postingan atau komen2nya, ada foto orang arab lagi ngapain, langsung di post sama dia dan dikatakan wahabi, atau ada yg ngebom ga jelas di negeri ini, mereka menyebutnya, itu wahabi, ada yang menasihati agar mereka berbicara dengan adab, lagi lagi mereka mengatakan orang itu, wahabi’, intinya, siapapun yang menasihati mereka dan melakukan perkara-perkara yang buruk, mereka langsung otomatis’ menyematkan kata wahabi’ terhadap perkara tersebut 3. perhatikan cara interaksinya jauh sekali dari adab dan etika –> kalau yang ini udh ga perlu diragukan lagi, silahkan kunjungi postingan2nya, dan lihat komen2 disana, isinya semua tidak jauh dari hinaan, ejekan, hujatan, dan kata2 kotor lainnya, sungguh sangat bertolak belakang dengan klaim mereka yaitu ahlus sunnah’, masa ada ahlus sunnah komennya kayak gitu ? hanya orang berakal yang mampu melihat kebodohan ini, dan hanya orang bodoh kuadrat yang percaya dan membenarkan apa yang mereka klaim sebagai kebenaran 4. ketika diajak diskusi mereka tiba tiba diam, menghina, atau berputar-putar ini biasanya dari kalangan sufi –> sungguh perkara yang sangat sia-sia mengajak mereka bicara baik2 dan berdiskusi, karena 3 hal diataslah yang akan mereka terapkan, ga percaya ? buktikan sendiri, ajaklah mereka berdiskusi satu satu di postingan mereka, pasti yang akan anda terima adalah hinaan, makian, ejekan, tertawaan, setelah itu mereka asyik berputar2 seputar 3 hal itu dan akhirnya kalian akan membuang-buang waktu meladeninya 5. coba tanyakan apa itu wahabi’ mereka tidak akan mampu menjawabnya dengan benar –> kenapa ? karena mereka memang jaahil bodoh, cuma modal internet sama bodoh’ aja, jadi ketika kita tanya, “bisa dijelaskan kepada saya apa itu wahabi? “, mereka pasti tidak akan mampu menjawabnya, dan lagi lagi, anda akan menerima apa yang sudah saya jelaskan di point 6. buat mereka semua perkara dalam ibadah yang baru itu baik atau bid’ah hasanah padahal semua bid’ah itu sesat, dan yang namanya sesat mana ada yang hasanah baik iya toh??? –> Buktinya apa ? lihat saja, mereka meminta-minta kepada mayit, mereka katakan ini baik hasanah, merayakan ultah Rasul, mereka katakan ini baik, bentuk cinta katanya, padahal para shahabat radhiyallahu anhum yang begitu cinta sama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ga pernah tuh ngerayain, Rasulullah aja ga pernah ngerayain ultahnya nabi2 terdahulu, even orangtua beliau, tapi ketika ditanya, ada yg bilang, loh apa salahnya, kan cuma ngerayain, itu kan bukan ibadah, tapi kenyataannya ?? didalam acara maulid diisi dengan ibadah, lah semua ibadah butuh dalil, sedangkan ibadah yg mereka lakukan di dalam maulid tanpa dalil, lantas ini bagaimana ? dan masih banyak lagi segala perkara2 yang bahkan jatuh kepada syirik mereka klaim sebagai bid’ah hasanah sesat yang baik, sekarang silahkan tanya kepada anak kecil, “nak… apakah ada kesesatan yang baik?” anak kecil pun akan bingung, karena fitrah dari akal manusia itu adalah menolak segala bentuk keanehan, begitu juga dengan sesat yang baik’, apakah kalian yang jauh lebih dewasa lebih bodoh dari anak kecil ? silahkan kembali berfikir, sesat yang baik ? come on 7. jika ada yang berhujjah pun hujjah nya lemah bagai sarang laba-laba –> Biasanya mereka memakai dalil dari hadits2 dhoif, palsu, kata’ kata kyai saya, kata ustad saya, kata Habib saya, hawa nafsu bukankah baik, daripada, apakah salah, dan jika mereka menggunakan dalil yang shahih pun, lihat pemahamannya = pasti bathil, mereka memahami nash sesuai nafsunya sendiri tanpa merujuk kepada ulama Salaf yang mengikuti umat terdahulu yang berada di atas kebenaran, silahkan buktikan sendiri perkataan saya ini === Adapun Wahabi adalah sebutan "tuduhan” bagi mereka2 berpegang teguh pada as sunnah dan memerangi syirik sebagaimana dakwah yang di canangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mana dakwah beliau adalah memurnikan Islam yang “Anti Syirik” dan “Anti Bid'ah”. Sebutan tuduhan “wahabi” ini di prakarsai oleh musuh2 dakwah tauhid yang mana mereka adalah “Ahlul bid'ah” dan"Ahlusy Syirik" SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI? Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh Dârul Habîb 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.** Catatan * Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa “There is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.” [“Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi membangkitkan semangat umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”] Lihat Hunter, “The Indian Musalmans”, di London Trűbner and Co., 1871; Calcuta Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi Rupa & Co., 2002 Reprint ** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ Alî 1828-1868, Syaikh Ahmad Abdullâh 1808-1881, Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Muhammad Ja’far, Târikhul Ajîb dan Târikhul Ajîb – History of Port Blair Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition. Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan Utsmâniyyah Ottomans, Ibrâhîm Basyâ Pasha, anak angkat Muhammad Alî Basyâ Pasha, juga menggunakan istilah Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah Heretics’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn Abdul Wahhâb dan Negara Saudî [Lihat ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan “Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan menisbatkan istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini. * Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”. [ Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 New York Brill, 1987 Reprint , karya Houtsma, Arnold, R. Basset, R. Hartman, Wensinck, Gibb, W. Heffening dan E. Lêvi-Provençal ed dan The Shorter Encyclopaedia of Islam Leiden and London Brill and Luzac & Co., 1960, hal. 619 karya Gibb, Kramers dan E. Lêvi-Provençal ed. Artikel ini juga dicetak ulang dalam o Reading, UK Ithaca Press, 1974 o Leiden Brill, 1997 o Dan cetakan pertama, Leiden and London Bril and Luzac & Co., dan New York Cornel University Press, 1953.] Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya * Mereka menyebut dakwah Muhammad bin Abdul Wahhâb sebagai Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad. * Pada awalnya, Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya. Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan. Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ ahli bid’ah yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan dakwah untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi al-Bŭthâmi, Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya alaihim`us Salâm untuknya untuk dakwah tauhîd ini. Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan tashfiyah dan mendidik tarbiyah bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”. Imâm Muhammad ibn Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik. Rules kalau tidak setuju, kemukakan dengan santun, atau antum balas dengan dalil shahih jika salah… 'afwan jika mungkin ada yang tidak terima dengan ini… semoga Allah memberikan kita pemahaman agama yang benar seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam… aamiin… Baarakallahu Fiikum Apa itu Islam, Islam adalah satu-satunya agama yang di ridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala [Ali Imran 19]. Ia merupakan agama yang sudah ada sejak awal kedatangan manusia ke Bumi, dan perlahan-lahan disempurnakan oleh sekitar nabi. Kenapa harus disempurnakan secara bertahap sampai melalui nabi? Karena manusia terdahulu belum sanggup menerima syariat Islam yang sempurna itu. Nabi terakhir yang Allah utus untuk menyempurnakan agama ini adalah Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ. فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلاَّ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ. قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ، وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan Nabi-Nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali satu tempat batu bata yang berada di pojok rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum dengannya sambil berkata “Alangkah baiknya jika labinah ini diletakkan di tempatnya.” Beliau bersabda Maka akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi. Sama seperti pada agama-agama abrahamik lainnya yang terdiri dari beberapa golongan, yang menurut Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam Yahudi berpecah menjadi 71 golongan dan nasrani 72 golongan, dalam Islam pun agama ini terdiri dari firqah-firqah, yaitu 73 firqah. Bergolongan atau firqah sendiri adalah sesuatu yang Allah haramkan. Masalahnya, sejumlah manusia hanya menganggap bahwa firqah itu terbatas pada GOLONGAN saja. Padahal bisa saja Allah juga memasukkan Aliran dan organisasi sebagai perkara yang memecah agama Allah. Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolong-golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah. Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” QS. Al-An’am [6] 159 Ada dua kelompok/aliran besar Islam yang ada di dunia ini, yaitu Sunni dan Syiah. Selain itu di Indonesia kita sering mendengar istilah Salafi, Wahabi dan Aswaja. Siapa mereka? Berikut penjelasannya Kelompok Islam Terbesar di Dunia 1. Sunni Ahlus-Sunnah wal Jama’ah Sunni adalah kelompok aqidah yang orang-orangnya menjalankan syariat agamanya dengan meneladani Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena mereka mengikuti dan memegang teguh Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Sunni adalah firkah Islam terbesar di dunia. Menurut Wikipedia, 90% umat muslim di seluruh dunia termasuk dalam kaum Sunni. 2. Syiah Syiah termasuk salah satu kelompok Islam besar di dunia. Tapi sebenarnya, Syiah tidak bisa dibilang besar juga. Syiah disebut kelompok besar karena memiliki pemahaman yang sangat berlawanan tentang Islam dibandingkan dengan kelompok-kelompok Islam lainnya, maka Syiah bisa di bilang jenis Islam yang sama sekali berbeda. Bahkan beberapa ulama menyimpulkan kalau Syiah adalah agama yang benar-benar berbeda dengan Islam, meskipun mereka masih menggunakan nama Islam. Ada beberapa alasan kenapa kebanyakan ulama menganggap Syiah adalah kelompok yang benar-benar berbeda dengan Islam. Terutama karena mushaf milik Syiah berbeda dengan Alquran yang sudah di validasi oleh Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa sallam mushaf mereka lebih tebal, menolak bahkan ada yang mengkafirkan sahabat nabi, dan banyak lagi. Bagaimana dengan Salafi, Wahabi, dan Aswaja? Selanjutnya kita akan masuk ke Salafi, Wahabi, dan Aswaja. Ketiganya sebenarnya termasuk dalam Islam Sunni, namun beberapa kelompok Islam menyebut Wahabi sebagai kelompok sesat. Apakah benar demikian? 1. Salafi Banyak orang mengira Salafi adalah golongan atau aliran Islam, sebagian lagi menyebutnya mazhab. Namun sebenarnya ia adalah “istilah” yang diberikan oleh orang-orang yang ada di luar kelompok ini, kepada orang-orang yang ada dalam kelompok ini yaitu orang-orang yang mengikuti dan menyebarkan sunnah. SideNote [1] sebenarnya kata “kelompok” tidak tepat digunakan dalam paragraph diatas, namun saya tidak menemukan istilah lain yang lebih tepat untuk menggambarkannya. Salafi mendakwahkan kemurnian syariat Islam. Mereka yang menganut manhaz ini tidak menambah-nambahi dan mengurang-ngurangi syariat yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Apa yang dilakukan, di putuskan, di benarkan, disetujui, di katakan, di sampaikan dan di contohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam semasa ia hidup, itulah yang dikerjakan dan dijadikan panutan contoh oleh orang-orang Salafi. Dalam menjalankan syariat Islam, Salafi berlandaskan pada Alquran dan As-Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu memahaminya dengan pemahaman salaffus shalih Orang sholeh terdahulu, yaitu tiga generasi awal umat Islam yang telah mendahului kita yaitu sahabat, Tabi’in, dan Tabiut Tabi’in. Penganutnya benar-benar memegang teguh keduanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533 2. Wahabi “Wahabi” adalah istilah ejekan yang pertama kali dilontarkan oleh para penganut Syiah kepada muslim Sunni di Arab Saudi, dengan tujuan untuk mengejek dan memfitnah orang-orang Sunni. Istilah ini mereka buat seakan-akan menjadi momok yang menakutkan. Itulah sebabnya Arab Saudi saat ini di cap sebagai pusatnya Wahabi. Istilah ini juga dinisbatkan kepada para Salafi. Mirisnya di Indonesia saat ini, istilah “Wahabi” justru digunakan oleh sekelompok muslim untuk memfitnah, membentur-benturkan dan mengadu domba saudara mereka sendiri yaitu orang-orang Salafi, seakan-akan mereka adalah islam liberal, islam garis keras, bahkan teroris. Di Indonesia, istilah “Wahabi” justru sering di lontarkan oleh orang-orang yang mengaku dirinya “Aswaja”. 3. Aswaja Aswaja adalah singkatan dari “Ahlus-Sunnah wal Jama’ah”, disebut juga Sunni. Jadi baik Aswaja maupun Ahlus-Sunnah wal Jama’ah keduanya adalah Islam Sunni. Baik Arab Saudi dan Indonesia keduanya adalah negara yang mayoritas penduduknya Islam Sunni. Menariknya, Salafi sebenarnya juga termasuk Ahlus-Sunnah. Namun ada perbedaan pandangan mengenai Aswaja di Arab Saudi dengan di Indonesia. Jika Aswaja di Arab Saudi adalah mereka yang mengikuti Alquran dan Sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan memurnikan ajaran Islam, maka di Indonesia Aswaja adalah mereka yang mengikuti mazhab Syafi’i sekaligus menjalankan tradisi nenek moyang Indonesia. Bahkan beberapa orang meng-islam-kan tradisi nenek moyang mereka dan menjalankannya, meski tradisi itu bertentangan dengan syariat Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yaitu Alquran dan Sunnah. Anehnya, orang-orang Indonesia yang mengaku “Aswaja” biasanya bertoleransi secara berlebihan terhadap orang-orang kafir. Misalnya, berdoa bersama orang kafir kepada tuhan masing-masing, namun masih bercampur, mengucapkan selamat untuk perayaan hari besar agama lain, mengunjungi tempat ibadah agama lain, dsb. Namun kepada saudara muslimnya yang Salafi, mereka tidak bertoleransi dengan menyebut-nyebut “Wahabi”, “Salafi”, “Islam Intoleran”, “Islam sesat”, “islam liberal”, dsb. Jakarta Memahami salafi adalah berasal dari istilah “salaf”. Secara terminologi sosial, salaf berasal dari “Salaf as-Shalih” yang merujuk pada tiga golongan generasi peradaban Islam terdahulu. Para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin. Dalam kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid oleh Dr. Abdul Hamid Ali Izz Al-Arab, Dr. Shalah Mahmud Al-Adily, dan Dr. Ramadhan Abdul Basith Salim, menjelaskan salafi adalah ulama maupun orang biasa yang datang setelah tahun 300 H yang menganut manhajnya metodenya. Khalifah Adalah Gelar Kepemimpinan Umat Islam, Ketahui Definisi dan Sejarahnya Tauhid Adalah Aqidah Bawaan Manusia, Ketahui Definisi dan Manfaat Mempelajarinya Aqidah adalah Iman yang Teguh Tanpa Keraguan, Pahami Penjabarannya Secara sederhana, salafi adalah golongan orang yang menganut manhaj salaf atau Ahlussunnah wal Jamaah. Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah sumber rujukannya memahami akidah dalam manhaj salaf yang terdiri dari Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma salaful salih atau Ulama Salaf. “Secara person tiap mereka selain Nabi tidaklah maksum terjaga dari kesalahan. Namun, jika Ulama Salaf telah sepakat ijma’ tentang suatu permasalahan Dien agama, maka ijma’ mereka itu tidak akan pernah salah. Karena umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak akan pernah bersepakat dalam sebuah kesalahan/ kesesatan,” mengutip situs website resmi penganut manhaj salafi di Itulah pengertian salaf dan salafi secara sederhana yang perlu diketahui. Berikut ulas lebih dalam tentang salafi adalah golongan umat yang menganut manhaj salaf, Selasa 21/12/2021.Di pengujung Ramadan, umat muslim dianjurkan untuk beritikaf di masjid. Namun dalam situasi pandemi,bolehkan kita beritikaf di rumah bersama keluarga? Simak penjelasan Ustaz Hilman Fauzi dalam "Ustaz Menjawab".Pengertian SalafiIlustrasi Pria Muslim Credit mula munculnya istilah salafi adalah berasal dari “salaf” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memiliki arti sesuatu atau orang terdahulu. Sementara dalam kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid oleh Dr. Abdul Hamid Ali Izz Al-Arab, Dr. Shalah Mahmud Al-Adily, dan Dr. Ramadhan Abdul Basith Salim, menjelaskan salaf adalah para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Lalu apa itu salafi? Dijelaskan lebih lanjut dalam kitab tersebut, pengertian salafi adalah ulama maupun orang biasa yang datang setelah tahun 300 H dan dinisbahkan pada kaum salaf yang telah disebutkan di atas, menganut manhajnya metodenya. Secara sederhana, salafi adalah golongan orang yang menganut manhaj salaf atau Ahlussunnah wal Jamaah. Hal yang sama dipertegas dalam situs website resmi penganut manhaj salafi melalui seseorang yang mengikuti manhaj salaf atau salafi adalah mereka yang mau berusaha memahami Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW dengan pemahaman para Ulama Salaf. Meski demikian, dijelaskan bukan berarti penganut salafi adalah fanatik pada Ulama Salaf. “Secara person tiap mereka selain Nabi tidaklah maksum terjaga dari kesalahan. Namun, jika Ulama Salaf telah sepakat ijma’ tentang suatu permasalahan Dien agama, maka ijma’ mereka itu tidak akan pernah salah. Karena umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak akan pernah bersepakat dalam sebuah kesalahan/ kesesatan,” Islami, muslim, puasa. Photo by Hasan Almasi on UnsplashKaum salafi adalah bagian dari umat Islam yang rujukan utamanya tetap Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW, melansir Di kalangan umat muslim kebanyakan, salafi adalah mereka yang memiliki pemikiran mencoba memurnikan kembali perintah Al-Qur’an dan ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Ahli dalam bidang ini Imam al-Safarani menjelaskan salah satu rujukan lain kaum salafi adalah mazhab Ahmad bin Hambali. Metodenya dilakukan bebas dari berbagai hal yang tidak dilakukan nabi Muhammad SAW bidah, khurafat, dan syirik dalam Islam. Penganut ajaran salaf mempercayai sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin yang hidup sampai batas 300 H adalah sebaik-baiknya generasi. Rasulullah SAW bersabda “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku sahabat, kemudian orang-orang setelah mereka tabi’in, kemudian yang setelahnya lagi atba’it tabi’in, kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannnya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” HR. Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud.Prinsip Kaum SalafiAda beberapa prinsip khas yang dipegang oleh kaum salafi. Prinsip ini dijelaskan dalam jurnal keagamaan Manhaj Salafiyah oleh Muhammaddin. Ini penjelasannya 1. Rujukan Utama Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah sumber rujukannya memahami akidah dalam manhaj salaf yang terdiri dari Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma salaful salih atau Ulama Salaf. 2. Wujud Ketaatan Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah ada kewajiban untuk menaati pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat. Jika sebaliknya, umat Islam tidak boleh menaatinya, namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya. 3. Pengkafiran Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah pada masalah pengkafiran, manhaj salaf berpendapat tidak boleh mengkafirkan seseorang atau kelompok dengan sembarangan. Prinsip yang dipegang tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslim kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan akidah atau keimanan dan keislamannya sendiri. 4. Nilai Akidah Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah al-wala’ wal bara’. Setiap muslim yang beragama dengan prinsip akidah ini wajib mencintai orang-orang yang memegang teguh akidah Islam dan berpaling dari orang-orang yang memusuhi akidah Islam. 5. Dakwah Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah dengan amar makruf nahi mungkar. Berisi perintah menegakkan yang benar dan mencegah yang salah. Al-ma’ruf adalah semua ketaatan kepada Allah SWT satu-satunya, mengikhlaskan ibadah itu hanya kepada-Nya, dan kemudian ketaatan lainnya baik yang wajib maupun yang sunnah. Sedangkan al-munkar yang menjadi prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah semua yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, termasuk di dalamnya kemaksiatan dan kebid’ahan. Adapun kemunkaran yang paling besar adalah syirik kepada Allah SWT. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

apa itu aswaja dan salafi